
Seperti apa rasanya kelaparan selama 2,5 tahun? Hm, saya jadi membayangkan derita Katniss yang bertahun-tahun menanggung beban menghidupi keluarganya. Dia berburu sejak usianya 12 tahun untuk memberi makan adik dan ibunya. Dan ketika adiknya terpilih menjadi peserta The Hunger Games, di mana anak-anak berusia 12 sampai 18 tahun diharuskan bertarung sampai mati di arena, Katniss Everdeen mengajukan diri menjadi sukarelawan menggantikan sang adik.
Dua setengah tahun berlalu sejak The Hunger Games pertama kali diterbitkan di Indonesia pada bulan Oktober 2009. Di Amerika Serikat sendiri, novel trilogi karya Suzanne Collins ini pertama kali terbit tahun 2008 dengan oplah cetakan pertama 200.000 eksemplar. Sejak saat itu saya menanti novel trilogi bestseller di Amerika Serikat ini menjadi buku laris di Indonesia.
Ketika pertama kali memutuskan untuk menerbitkan The Hunger Games, buku aslinya yang berbahasa Inggris baru saja terbit di Amerika Serikat. Kala itu, The Hunger Games belum meniupkan terompet emasnya ke jenjang buku laris. Tapi saya membacanya dan jauh di dalam lubuk hati saya ada sepercik keyakinan bahwa buku ini akan jadi buku laris mega bestseller selevelTwilight dan Harry Potter. Saat itu pula, walau bukunya belum habis saya baca, saya tidak bisa membayangkan ada orang lain yang menerjemahkan buku ini selain saya. Rasanya nggak rela… saya keburu jatuh hati pada Katniss dan Peeta.
Tapi ternyata respons pasar di Indonesia kala itu dan ketika menerbitkan buku keduanya—Catching Fire—setahun berikut pada tahun 2010, seperti kerupuk yang kena angin… alias melempem. Padahal saya sudah yakin seyakin-yakinnya bahwa Trilogi The Hunger Games akan jadi buku laris.
Puncaknya adalah ketika pada awal tahun 2011, sejumlah toko buku Gramedia memutuskan mengobral buku yang (semestinya) laku keras itu, demi menghabiskan stok. Di gudang sendiri masih ada ribuan buku yang nangkring bergeming manis di angka menakjubkan. Jangan tanya seperti apa deh saya setiap kali rapat menyinggung The Hunger Games tahun lalu. Mau nangis malu, mau ngumpet nggak ada meja yang cukup besar untuk bersembunyi.
Masalah besar bagi saya adalah, saya masih yakin bahwa The Hunger Games akan jadi buku laris. Tak ada keraguan sedikit pun dalam hati bahwa ini buku yang bagus, cuma pembaca memang belum tahu saja. Walaupun jika dilihat dari angka penjualan saya seperti mengawang-awang mimpi di siang bolong. Tapi kadang ada sedikit percik keyakinan setiap kali ada yang bilang betapa dia menyukai The Hunger Games.
Jika ditanya bagaimana saya bisa yakin kenapa buku ini bagus dan kenapa harusnya jadi laris, saya harus becerita sedikit tentang almarhum Listiana Srisanti, atasan pertama saya ketika masuk Gramedia Pustaka Utama. Tentang betapa yakinnya beliau pada Harry Potter ketika semua orang ragu bagaimana mungkin anak-anak mau membaca buku tentang penyihir yang tebalnya 500 halaman? Beliau mengajari saya untuk percaya pada kata hati dan insting. Dan inilah yang saya lakukan terhadap The Hunger Games. Saya merasa belum saatnya menyerah.
Keberuntungan akhirnya berpihak pada saya, ketika Lionsgate memutuskan untuk memfilmkanThe Hunger Games dan dirilis Maret 2012. Kami sengaja mengundur waktu terbit Mockingjay(buku ketiga The Hunger Games) walau segelintir fans fanatik sudah meneror karena seharusnyaMockingjay terbit Juni 2011. Pengunduran rilis sampai Januari 2012 memang tujuannya untuk mendompleng popularitas film. Karena kalau trilogi ini sudah terbit setengah tahun lalu, kemudian dicap sebagai buku “bergeming” di toko buku, matilah saya seperti dicabik-cabik mutt.
Tanggal 22 Maret 2012 film The Hunger Games sudah dirilis di Indonesia bersamaan dengan terbitnya cover film buku ini. Kini, bahkan anak SD-SMP berlomba-lomba membacanya. Kini, bahkan beberapa toko buku kehabisan stok The Hunger Games karena banyaknya permintaan. Kini sudah saatnya saya bisa mengembuskan napas lega yang sudah saya tahan selama 2,5 tahun.
Editor tidak hanya bekerja dengan kata-kata. Editor yang baik itu memiliki insting dan penciuman terhadap buku laris jauh sebelum buku itu menjadi laris, demikian ucapan Mbak Listiana sebelas tahun lalu ketika saya masih anak baru. Kalimat tersebut selalu menjadi panduan saya memilih buku untuk diterbitkan. Dari The Hunger Games juga saya belajar bahwa kita tidak bisa memaksakan bestseller. Pembaca tidak bodoh, mereka tahu mana buku bagus, tapi kadang memang “odds (not yet) in our favor”. Tapi saya percaya buku bagus akan menemukan jalannya ke hati pembaca dan mendekam di sana.
Saat tulisan ini dibuat, The Hunger Games masuk cetakan keempat dan akan dirilis boxsetnya tanggal 2 April 2012 di Indonesia. Film Catching Fire akan rilis November 2013. Hingga saat itu tiba… kita masih punya banyak waktu untuk mengejar ketinggalan. Sampai saat ini, buku The Hunger Games sendiri sudah terjual 24 juta eksemplar di Amerika Serikat saja, duduk selama 160 minggu di daftar buku laris NY Times, dan telah diterjemahkan ke 26 bahasa dan dijual ke 43 negara.
Buat teman-teman yang sudah membaca novel The Hunger Games sebelum tahu ada filmnya, salam 3 jari untuk kalian. Buat yang baru baca, kini dimulailah The Hunger Games yang ke-74. Semoga keberuntungan menyertai kalian semua.
@HetihRusli, Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar